Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 Maret 2015

Rukun Sholat

Tema pengajian rutin bulanan hari kamis tanggal 26-03-2015
 

(فصل ) أركان الصلاة سبعة عشر : الأول النية ،الثاني تكبيرة الإحرام ، الثالث القيام على القادر في الفرض ،الرابع قراءة الفاتحة ، الخامس الركوع ، السادس الطمأنينة فية ، السابع الإعتدال ،الثامن الطمأنينة فيه ، التاسع السجود مرتين ،العاشر الطمأنينة فية ، الحادي عشر الجلوس بين السجدتين ، الثاني عشر الطمأنينة فية ،الثالث عشر التشهد الأخير ،الرابع عشر القعود فيه ،الخامس عشر : الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ،السادس عشر السلام ،السابع عشر الترتيب

Rukun-rukun Sholat yaitu ada 17 :
Pertama niat
yang kedua takbirotul ihrom
Yang  ketiga berdiri atas orang yang mampu
Yang  keempat membaca Fatihah
Yang   kelima ruku
Yang  keenam tuma’ninah di dalam ruku
Yang  ketujuh i’tida
Yang  kedelapan tuma’ninah di dalam i’tidal
Yang  kesembilan sujud 2 kali
Yang  kesepuluh tuma’ninah di dalam sujud 
Yang  kesebelas duduk antara 2 sujud 
Yang  kedua belas tuma’ninah di dalam duduk antara 2 sujud
Yang  ketiga belas tasyahhud akhir 
Yang  keempat belas duduk di dalam tasyahhud akhir
Yang  kelima belas sholawat atas Nabi SAW
Yang  keenam belas salam
Yang  ketujuh belas tertib

 Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah 

Rukun Shalat

Rukun shalat ada tujuh belas.  
Pertama, niat. Tempat niat adalah di hati. Dan niat dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan pertama dalam shalat, yaitu takbirat al-ihram. Sedangkan melafadzkan niat dengan lisan adalah disunahkan demi membantu kehadiran niat di dalam hati. Tapi melafadzkan dengan lisan tidak wajib dilakukan.
Kedua, takbirat al-ihram. Dinamakan takbirat al-ihram, sebab dengan memulai takbir maka secara otomatis segenap sesuatu yang halal sebelum shalat, seperti makan dan berkata-kata, telah diharamkan setelah memasuki takbir shalat tersebut. Al-ihram adalah pengharaman sesuatu yang halal disebabkan sedang mengerjakan shalat.
Ketiga, berdiri bagi orang yang mampu mengerjakan shalat fardhu dengan berdiri.  
Dalil yang dijadikan sebagai dasar pijakan hukum bahwa berdiri adalah salah satu syarat shalat adalah sebuah perkataan Nabi Muhammad SAW kepada ‘Imran bin Husyen pada saat ‘Imran terserang penyakit ambeyen; “Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduklah. Jika tidak mampu duduk, maka tidur lah”. Hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari. Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasai ada tambahan redaksi bahwa, “jika tidak mampu, maka terlentanglah. Sebab Allah tidak membebani makhluknya, justru Allah memberikan leleluasaan dan kelapangan bagi hambanya untuk beribadah sesuai dengan kadar kemampuannya”. Jelas bahwa dalam Islam, sungguh sangat lentur dan kompromistis dalam menetapkan rumusan hukum dan kondisional.
Keempat, membaca al-Fatihah. 
Cara membaca al-fatihah boleh dengan hafalan, melihat langsung Mushaf, atau dengan cara mengikuti bacaan sang guru yang melatih atau mengajarinya. Membaca al-fatihah diwajibkan bagi setiap orang yang mekalsanakan shalat, baik shalat berjamaah atau sendirian (munfaridl), baik sebagai imam atau makmum.
Dalil al-Quran yang mewajibkan membaca al-fatihah yaitu;
وَلَقَدْ آَتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآَنَ الْعَظِيمَ
“Dan sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Quran yang agung”. (QS. Al-Hujarat: 87).
Sebagian besar para ulama menafsirkan mab’u al-matsani yang terdapat dalam ayat tersebut adalah surah al-fatihah. Sebagaimana menurut Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitab tafsirnya yaitu Mafatih al-Ghayb atau Tafsir al-kabir menjelaskan bahwa;
إذا عرفت هذا فنقول : سبعاً من المثاني مفهومه سبعة أشياء من جنس الأشياء التي تثنى ولا شك أن هذا القدر مجمل ولا سبيل إلى تعيينه إلا بدليل منفصل وللناس فيه أقوال : الأول : وهو قول أكثر المفسرين : إنه فاتحة الكتاب وهو قول عمر وعلي وابن مسعود وأبي هريرة والحسن وأبي العالية ومجاهد والضحاك وسعيد بن جبير وقتادة ، وروي أن النبي صلى الله عليه وسلم قرأ الفاتحة وقال : هي السبع المثاني رواه أبو هريرة ، والسبب في وقوع هذا الاسم على الفاتحة أنها سبع آيات ، وأما السبب في تسميتها بالمثاني فوجوه : الأول : أنها تثنى في كل صلاة بمعنى أنها تقرأ في كل ركعة . والثاني : قال الزجاج : سميت مثاني لأنها يثنى بعدها ما يقرأ معها . الثالث : سميت آيات الفاتحة مثاني ، لأنها قسمت قسمين اثنين ، والدليل عليه ما روي أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « يقول الله تعالى قسمت الصلاة بيني وبين عبدي نصفين » والحديث مشهور . الرابع : سميت مثاني لأنها قسمان ثناء ودعاء ، وأيضاً النصف الأول منها حق الربوبية وهو الثناء ، والنصف الثاني حق العبودية وهو الدعاء . الخامس : سميت الفاتحة بالمثاني ، لأنها نزلت مرتين مرة بمكة في أوائل ما نزل من القرآن ومرة بالمدينة . السادس : سميت بالمثاني ، لأن كلماتها مثناة مثل : { الرحمن الرحيم } [ الفاتحة : 3 ] { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ * اهدنا الصراط المستقيم * صِرَاطَ الذين أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ } [ الفاتحة : 5-7 ] وفي قراءة عمر : ( غير المغضوب عليهم وغير الضالين ) . السابع : قال الزجاج : سميت الفاتحة بالمثاني لاشتمالها على الثناء على الله تعالى وهو حمد الله وتوحيده وملكه
Jika kita simak ungkapan tersebut bahwa terdapat banyak sekali penafsir yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sab’u al-matsani adalah fatihah al-kitab atau surah al-fatihah, seperti pendapat sahabat Umar, Ali bin Abu Thalib, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, al-Hasan, Aby Tsa’labah, Mujahid, al-Dlahhak, Sa’id bin Jabir dan Qatadah telah meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa sesungguhnya Nabi membaca al-fatihah dan beliau berkata; sesungguhnya surah al-fatihah ini adalah as-sab’u al-matsany, diriwayatkan oleh Abu hurairah. Sebab surah al-fatihah dinamakan itu karena al-fatihah terdiri dari tujuh ayat, yaitu as-sab’u. Sedangkan dinamakan dengan al-matsani terdapat beberapa aspek, pertama, karena surah al-fatihah selalu dibaca di setiap rakaat dalam shalat. Kedua—sebagaimana yang dikatakan al-Zajjaj—dinamakan Matsani karena dipuji setelah dibacanya. Ketiga, sebab al-fatihah di dalamnya terbagi menjadi dua bagian, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits bahwa Nabi berkata bahwa “Allah mengatakan bahwa aku bagi shalat, yaitu sebagian adalah bagianKu dan sebagian yang lain untuk hambaKu”. Keempat, dinamakan dengan al-matsani sebab di dalamnya terdapat dua bagian, yaitu tsana’ (pujian dan sanjungan) dan doa, sebagian hak Tuhan (rububiyah) yaitu tsana’ (pujian) dan sebagian lagi hak hamba (‘ubudiyah) yaitu doa. Kelima, al-fatihah dinamakan dengan matsani sebab sebagian ayatnya diturunkan di Makkah dan sebagian lagi di Madinah. Keenam, dinamakan dengan al-matsani sebab dalam ayat-ayatnya terdapat dua kalimat yang dobel seperti ar-rahman dan ar-rahim, atau iyyaka na’butdzu dan iyyaka nasta’in, dll. Ketujuh, al-fatihah dinamakan dengan al-matsanai—sebagaimana yang dikatakan al-Zajjaj—karena di dalamnya terdapat pujian, sanjungan dan peng-EsakanNya.
Terdapat banyak hadits Nabi yang menegaskan akan kewajiban membaca al-fatihah dalam shalat. Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yang edua menyatakan bahwa Nabi berkata “Tidak ada shalat (baca tidak sah) bagi seseorang yang tidak membaca al-fatihah”. Dan hadits Nabi lain yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi mengatakan “Barang siapa yang melaksanakan shalat tidak membaca Ummul-Quran (induk al-quran, yaitu al-fatihah) ,ala shalatnya tidak bisa dianggap sempurna”.
Syarat shalat yang kelima, ruku’. 
Tata cara ruku’ yaitu pertama, meletakkan kedua tepalak tangannya pada kedua lutut. Kedua, kedua telapak tangan menekan kedua lutut. Ketiga, merenggangkan jari-jemarinya. Keempat, merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya. Kelima, membentangkan dan meluruskan punggung sampai selurus papan tulis atau dapat diibaratkan jika punggung itu dituangkan air dari atasnya maka tidak akan tumpah. Keenam, membungkukkan punggung tidak terlalu kebawah dan tidak pula mendongkak terlalu ke atas. Tapi di tengah-tengah di antara keduanya.
Syarat shalat yang keenam, tuma’ninah (diam dan bersahaja) dalam ruku’. 
Pada saat tuma’ninan, seseorang disunahkan membaca subhana rabbiya al-‘adhim wa bihamdihi (maha suci Tuhanku yang maha agung) minimal satu kali bacaan, dan lebih baiknya dibaca sebanyak tiga kali bacaan.
Syarat yang ketujuh, i’tidal. 
Yang dimaksud i’tidal adalah kembali berdiri dari ruku’. Disunahkan pada waktu i’tidah tepat pada saat mengangkat pundak untuk berdiri dari ruku’ membaca doa “sami’alLahu li-man hamidah” (Allah maha mendengar hamba yang telah memujiNya)
Syarat kedelapan, tuma’ninah dalam i’tidal, 
 yaitu diam dan bersahaja berdiri sambil disunahkan membaca doa “Rabbana laka al-hamdu mil’us-samawati wa mil’ul-ardhi wa mil’u ma sy’tha min syai’in ba’dhu” (Tuham kami, hanya bagiMu segala puji yang memenuhi langit, bumi, dan segala sesuatu yang telah Engkau inginkan).
Syarat kesembilan, sujud sebanyak dua kali. 
Disunahkan pada waktu sujud dengan membaca doa “Subhana rabbiyal-a’la wa bi-hamdihi” (Maha suci Tuhanku yang maha tinggi, dan dengan menujimu).
Syarat kesepuluh, tuma’ninah (diam dan bersahajah) dalam sujud.
Syarat kesebelas, duduk di antara dua sujud. 
 Pada saat duduk di antara dua sujud disunahkan membaca doa “Rabby ighfirly warhamny wajburny warfa’ny warzuqny wahdhiny wa’afiny wa’fu ‘anny”
Syarat kedua belas, tuma’ninah dalam duduk di antara dua sujud.
Syarat ketiga belas, tasyahhud al-akhir.
Syarat keempat belas, duduk dalam tasyahhud.
Syarat kelima belas, membaca shalawat pada Nabi dalam tasyahud.
Syarat keenam belas, membaca salam. Ada dua salah, yaitu salam pertama dengan memalingkan wajah ke samping kanan dan salam kedua dengan memalingkan wajah ke samping kiri. Salam pertama hukumnya wajib, karena termasuk syarat shalat. Sedangkan salam kedua hukumnya sunnah. Salam paling minimal diucapkan; “Assalamu’alaikum”, dan maksimalnya diucapkan; “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh”.
Syarat ketujuh belas, tertib. Artinya menjalankan shalat harus secara tartib (berurutan) mengerjakan satu syarat ke syarat yang lain. Kewajiban mengerjakan shalat secara tartib sebab dalam hadits disebutkan “Shalluu kama ra’aytumuny ushally” (shalatlah kalian seperti kalian melihat langsung saya shalat). Jadi segenap pekerjaan shalat harus sesuai dengan shalat Nabi. Sedangkan shalat yang dikerjakan Nabi dilaksanakan secara tartib. Maka setiap orang yang mengerjakan shalat pun harus tartib sebagaimana Nabi mengerjakan shalat.







Rabu, 04 Maret 2015

Suami Harus Turuti Istri yang lagi Ngidam

Ngidam adalah fenomena psikologis yang terjadi pada perempuan yang sedang mengandung. Ngidam bagi ibu hamil adalah sesuatu yang luar biasa. Keinginan itu terkadang tidak rasional dan terkadang terkesan mengada-ada. Menurut sebagian orang keinginan seorang istri yang sedang ngidam merupakan ujian bagi suaminya. Memenuhi permintaan perempuan ngidam berarti menunjukkan kasih sayang kepadanya, dan juga sebaliknya. Bahkan jika keinginannya tidak dipenuhi, sebagian masyarakat percaya hal itu berdampak pada calon bayi yang ada dalam kandungan.
Karena itulah bagi seorang suami diharuskan bisa memenuhi permintaan istri yang sedang ngidam. Bahkan keharusan memenuhinya selama tidak membahayakan dan tidak melanggar norma syariah. Dalam Khasyiatul Bujairomi alal Khatib diterangkan


ينبغى أن يجب ما تطلبه المرأة عند ما يسمى بالوحم من نحو ما يسمى بالملوحة اذا اعتيد ذلك...


Sebaiknya suami menuruti selera perempuan hamil yang dikenal dengan ngidam seperti halnya ketika menginginkan yang asam-asam sebagaimana yang menjadi adat kebiasaan.
Memang tidak ada dalil yang mewajibkan seorang suami memenuhi permintaan istri yang sedang ngidam sebagaimana tidak adanya pelarangan untuk memenuhinya pula. Akan tetapi mempertimbangkan kepayahan perempuan yang hamil, tentunya pemenuhan itu bisa menjadi dukungan moral tersendiri bagi istri yang sedng hamil

Rabu, 11 Februari 2015

Amalan Menjelang Tidur anda

Ketika hari telah larut malam dan kantuk mulai menyerang seorang pasti ingin segera menyerahkan diri kepada kasur dan ranjang. Akan tetapi bagi seorang muslim penyerahan itu harus disertai dengan rasa pasrah yang mendalam. Pasrah kepada Allah swt dengan berdo’a dan berdzikir telebih dahulu. Sebagaimana diajarkan Rasululah saw kepada Sayyidah Aisyah ra.
Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw pernah berkata kepada Aisyah “Janganlah engkau tidur sebelum mengerjakan empat hal. Pertama menghatamkan al-Qur’an. Kedua menjadikan para Nabi sebagai pemberi syafaat bagimu. Ketiga meminta ridha dari semua kaum muslimin. Keempat melaksanakan haji dan Umrah”. Kemudian Aisyah menjawab “bagaimana aku bisa melakukan keempat hal tersebut?” seraya tersenyum Rasulullah saw berkata “Apabila engkau membaca surat al-Ikhlas tiga kali, maka seakan-akan engkau telah menghatamkan al-Qur’an. Dan apabila engkau bershalat kepadaku dan kepada semua Nabi-Nabi maka engkau sama dengan menjadikan kami sebagai pemberi syafaatmu. Dan apabila engkau beristighfar untuk kaum muslimin, maka engkau telah menjadikan mereka ridha kepadamu. Dan terakhir apabila engkau membaca tasbih seolah engkau telah melaksanakan haji dan umrah.
Demikianlah petunjuk dari Rasulullah saw kepada Aisyah. Bacaan selengkapnya adalah sebagai berikut:
قل هو الله أحد ... (3)
(Qul huwallau ahad ... hingga selesai di baca sebanyak 3x)
 
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى جميع الأنبياء والمرسلين (3)
(Allahumma shalli ala sayyidina Muhammadin wa ala jami’il anbiya’ wal mursalin, 3x)
 
اللهم اغفرلى ولولدي ولجميع المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات (1)
(Allahummaghfirli wa liwalidayya wa li jami’il muslimin wal muslimat wal mu’minin wal mu’minat, 1x)
 
سبحان الله والحمد لله ولا اله الا الله والله اكبر ولا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم (7)
(Subhanallah wal hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar, wa la haula wa la quwwata illa billahil aliyyil adhim, 7x) 

Itulah amalan yang diajarkan Rasulullah menjelang tidur. Sebagaimana yang diajarkan beliau kepada Sayyidah Aisyah

Rabu, 19 November 2014

Ingin Shalat Tapi Tidak hafal Bacaan Shalat ?

Sholat lah Sebelum Engkau Disholati

Shalat adalah ibadah yang mempunyai gerakan gerakan dan bacaan tertentu seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Jika ada orang yang ingin shalat tetapi tapi tidak hafal bacaan shalat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hal seperti ini.

Pertama, orang yang sama sekali tidak tahu bacaan shalat, ia boleh melaksanakan sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Minimal bisa mengucapkan takbir “Allahu Akbar”. Jika tidak bisa, maka berusahalah untuk menghafalnya.


Setelah bertakbir, dia bisa melafalkan surat Al-Fatihah. Jika sudah hafal bacaan Al-Fatihah dan hanya surat itu yang baru ia hafal, hal tersebut tidak menjadi kendala untuk melaksakan shalat.

Jika ia belum menghafal Al Fatihah ia dibolehkan untuk membaca zikir apa saja yang sesuai dengan kemampuannya. Ucapan zikir ini kira-kira sama dengan jumlah kalimat Al Fatihah. Dengan kata lain, jika seseorang tidak mampu menghafal bacaan shalat, maka sebaiknya ia berzikir baik rukuk maupun sujud beserta gerakan-kerakan shalat lainnya.

Para ulama menyandarkan hal tersebut pada hadis berikut ini:

“Datang seorang laki-laki menemui Nabi saw, kemudian ia berkata, ‘Aku tidak bisa mengambil (hafal) sesuatu pun dari Al Qur an, maka ajarilah aku dengan sesuatu yang dapat menjadi penggantinya’ Maka Rasulullah saw bersabda, ‘Ucapkanlah Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu Akbar, dan La haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim…” (HR Abu Daud dan Ahmad)

Dengan demikian, tidak hafal bacaan Al Qur an dan bacaan lain di dalam shalat bukan menjadi penghalang untuk melaksanakan shalat. Bahkan, jika ia sama sekali belum hafal zikir-zikir, cukuplah baginya hanya dengan gerakan tanpa ada bacaan.

Sholatlah Sebelum  Engkau Disholati

Selasa, 23 September 2014

Cara Mensucikan Benda Terkena Najis



فصل الذي يطھر من النجاسة ثلاثة : الخمر إذا تخللت بنفسھا وجلد الميتة إذا دبغ وما صارا حيوانا 
Murodnya: Fasal : Benda-benda najis yang bisa menjadi suci, itu ada tiga (3) :
1. Khamer (arak/ciu) yang berubah dengan sendirinya menjadi cuka
2. Kulit bangkai jika sudah di samak dan yang
3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang
فصل) النجاسة ثلا ثة: مغلظة ومخففة ومتوسطة . المغلظة : نجاسة الكلب والخنزير وفرع ) أحدھما . والمخففة : بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين. والمتوسطة : سائر النجاسات
Murodnya; Fasal : Najis itu ada Tiga bagian (3)  
1. Najis Mughalladhah (najis kelas berat)
2. Najis Mukhaffafah (najis Kelas ringan)
3. Najis Mutawassithah (najis sedang) Najis Mughalladhah adalah najisnya anjing dan babi serta najisnya keturunan dari kedua binatang tersebut.
Najis Mukhaffafah adalah najisnya air kencing (urin) bocah laki-laki yang belum berusia dua tahun dan belum makan apa pun kecuali air susu ibu(ASI)
Najis Mutawassithah adalah semua najis (selain Mughalladhah dan Mukhaffafah)

فصل) المغلظة : تطھر بسبع غسلت بعد إزالة عينھا ،إحداھن بتراب . والمخففة : تطھر ) برش الماء عليھا مع الغلبة وإزالة عينھا 

Murodnya; Fasal: (mekanisme Mensucikan) Najis Mughalladhah;Dengan cara mencucinya harus dibasuh 7 kali basuhan dimana salah satunya dicampur dengan debu yang suci.
Cara kerja mensucikan Najis Mukhaffafah : cukup disiram dengan air yang suci sehingga najisnya hilang.

والمتوسطة تنقسم إلى قسمين: عينية وحكميه . العينية : التي لھا لون وريح وطعم فل بد من إزالة لونھا وريحھا وطعمھا . والحكمية : التي ل لون لھا ول ريح ولطعم لھا يكفيك جري الماء عليھا
Murodnya;Najis Mutawassithah dibagi menjadi 2 :
1. Najis Mutawassithah Ainiyy
2. Najis Mutawassithah Hukmiyyah .
Aini : Najis yang masih memiliki warna, bau dan rasanya, maka najis seperti ini harus dihilangkan warna, bau dan rasanya.
Hukmiyyah: Najis yang berbau dan berwarna serta rasanya sudah tidak ada (tinggal hukumnya saja) maka cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air saja ke najis tersebut.

Sabtu, 20 September 2014

Apa Perlu Syukuran Haji?

Setelah melaksanakan haji dan pulang ke rumahnya, Jama’ah haji biasanya mengadakan tasyakuran yang disebt walimatul naqi’ah yaitu walimah yang diadakan untuk selamatan orang yang datang dari berpergian (walimah haji), bahkan seorang yang telah melaksanaknan haji disunnahkan mengadakan tasyakuran dengan menyembelih sapi atau unta.
Hal ini sebenarnay bukanlah semata-mata tradisi belaka tetapi juga mengandung unsur ibadah yang jelas ada rujukan dalilnya sebagaimana ditrangkan dalam al-fiqh al-wadhih min al-kitab wa al-sunnah
يستحب للحاج بعد رجوعه الى بلده ان ينحر جملا او بقرة او يذبح شاة للفقراء والمساكين والجيران والاخوان تقربا الى الله عز وجل كما فعل النبي صلى الله عليه وسلم 
Disunnahkan bagi orang yang baru pulang dari haji untuk menyembelih seekor onta, sapi atau kambing (untuk diberikan) kepada fakir, miskin, tetangga, saudara. (hal ini dilakukan) sebagai bentuk pedekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sebagaimana yang telah diamalkan oleh Nabi saw.
Dalil ini berdasar pada hadits Rasulullah saw:
عن جابر بن عبد الله رضى الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم  لما قدم المدينة نحر جزورا اوبقرة
Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa ketika Rasulullah saw datang ke Madinah (usai melaksanakan ibadah haji), beliau menyembelih kambing atau sapi.
Demikianlah adanya hadits dan anjuran tentang walimatus safar yang menandai rasa syukur atas segala karunia Allah swt yang diberikan kepada seseorang yang telah berhasil melaksanakan ibadah haji ataupun telah mampu melunasi baiaya ONH haji. Karena itu disebagain daerah walimatus safar dilakukan sebelum pemberangkatan

Sumber: http://www.nu.or.id

Rabu, 17 September 2014

Adzan untuk Orang Mati dan Bayi


Adzan untuk Orang Mati dan Bayi
Pada dasarnya Adzan dan iqamat adalah dua hal yang hanya disunnahkan untuk dikumandangkan dalam rangka menyambut shalat lima waktu. Meskipun shalt idul fitri/adha lebih ramai dibandingkan shalat lima waktu, akan tetapi tidak diperbolehkan mengumandangkan adzan dan iqamat sebelumnya. Demikian pula dengan shalat sunnah lainnya.
Akan tetapi ada wakt-waktu tertentu yang disunnahkan mengumandangkan adzan saja yaitu mengadzani telinga orang yang sedang dalam keadaan sangat berduka, orang ayan, orang yang sedang emosi, dan orang yang buruk perangainya karena pengaruh. Tidak hanya itu saja, bahkan keduanya adzan dan iqamat disunnahkan untuk dikumandangkan bagi bayi-bayi yang baru dilahirkan maupun orang yang hendak bepergian jauh.

وقد يسن الأذان لغير الضلاة كما فى أذن المهموم والمصروع والغضبان ومن سأ خلقه من انسان اوبهيمة وعند الحريق وعند تغول الغيلان أى تمرد الجن وهو والإقامة فى أذن المولود وخلف المسافر
Demikianlah keterangan yang terdapat dalam kitab I’anatuht Thalibin yang menjadi dasar pelaksanaan adzan ketika seseorang baru lahir, maupun ketika hendak pergi haji. Sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah saw terhadap Hasan dan Husain ketika baru dilahirkan Sayyidah Fatimah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Rafi’
رأيت النبي صلى الله عليه وسلم أذن فى أذن الحسن والحسين رضي الله عنهما
Aku pernah melihat rasulullah saw mengadzani teinga hasan dan husain ketika.
Hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw untuk menjaga kedua cucunya dari gangguan ummus shibyan yaitu sebangsa jin yang suka menggangu anak-anak.  Sebagaimana diriwayatkan oleh Sayyidina Husain, dari Ali Karramalluhu Wajhah dan dari rasulullah saw:
من ولد له مولود فأذن فى أذنه اليمنى وأقام فى اليسرى لم تضره ام الصبيان
Barang siapa yang memiliki bayi yang baru dilahirkan kemudian dia membacakan adzan di telinga kanan dan iqamat pada telinga kirinya, niscaya ummus shibyan tidak akan menyusahkannya.
Demikianlah waktu dan tempat disunnahkannya adzan maupun iqamat. Adapun mengumandankan adzan untuk mayit yang hendak dikuburkan sesungguhnya tidaklah ada kesunnahan baginya, kecuali ada fadhilah yang menyatakan bahwa mayit yang dikubur bersamaan dengan suara adzan akan mendapatkan keringanan siksa (sebagaimana termaktub dalam Hasyiyah Ibrahim al-Bajuri). Hal itulah yang hingga kini menjadi alasan mereka yang mengumandangkan adzan untuk mayit.
Selain hal ini juga mengamalkan penafsiran sebagian ulama yang mengqiyaskan kematian sebagai sebuah perjalanan (وخلف المسافر )yang patut dikumandangkan adzan baginya. Bisa juga adzan ini merupakan bentuk tafaul atas sunnah Rasulullah saw yang menganjurkan adzan bagi mereka yang baru dilahirkan