Tampilkan postingan dengan label Mingguan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mingguan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Desember 2014

Kaget karena Gledek dalam Shalat

Waktu hujan telah tiba, geluduk dan geledek sering menyambar tak terduga. Membuat kaget mereka yang tidak siap mendengarnya. Kaget itu menyebabkan seseorang lupa. Lupa tentang apa yang dilakukan dan dipikirkannya. Lalu bagaimanakah jika datang geledek sedangkan kita lagi shalat? Pastilah geledek tetap saja berbunyi walaupun kita shalat. Masalahnya apakah shalat kita tidak batal karena kaget yang mendadak bahkan juga sampai melupakan bacaan bahkan juga tindakan dalam shalat kita?
Kaget tidak termasuk dalam perkara yang dapat membatalkan shalat, apapun sebabnya. Hanya saja keraguan mengenai bacaan dan tindakan shalat yang dikarenakan kaget mendadak hendaknya diulang saja seingatnya. Misalkan apakah ayat ‘hdinash shirthal mustaqim’ sudah dibaca atau belum, hendaknya dalam kasus ini diulang saja. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Fathul Muin
واستأنف وجوبا ان شك فيه قبله أى التمام كما لوشك هل قرأها اولا لأن الأصل عدم قرائتها وكالفاتحة فى ذلك سائر الاركان
Dan wajiblah seseorang memulai lagi membaca fatihah jika ia ragu sebelum sempurna bacaannya. Sebagaimana dia ragu apakah sudah dibacanya fatihah atau belum. Karena pada hakikatnya yang asal adalah belum membaca. Demikian juga denagn rukun-rukun yang lain

sumber : http://www.nu.or.id

Selasa, 25 November 2014

Adab Bergaul



Ketahuilah bahwa ‘sahabatmu’ yang tak pernah ber­pisah denganmu entah dalam keadaan diam, bepergian, tidur, diam, bahkan dalam hidup dan matimu adalah Tuhan Penciptamu. 

Selama engkau mengingatNya, niscaya Dia menjadi Teman dudukmu’. Sebab, Allah Swt. berkata, “Aku adalah teman duduk bagi orang yang berzikir pada-Ku.” 
Selama hatimu sedih karena tak mampu menunaikan kewajiban agamamu, maka Dia se­nantiasa menyertaimu. Sebab Allah Swt. berkata, 
“Aku berada bersama mereka yang hatinya sedih karena-Ku.” 
Apabila engkau betul-betul mengenali-Nya, niscaya engkau akan menjadikan-Nya sebagai ‘sahabat’ dan niscaya engkau akan meninggalkan yang lainnya. Jika engkau tak mampu melaksanakan hal itu setiap waktu, maka eng­kau harus menyediakan waktu di malam dan di siang hari untuk kau pergunakan berkhalwat bersama Tuhan dan merasakan kenikmatan bermunajat kepada-Nya. 

Ber­kenaan dengan hal itu, engkau harus mengetahui adab­-adab menjalin hubungan dengan Tuhan. Yaitu, menun­dukkan kepala, menjaga pandangan mata, mengkonsen­trasikan pikiran, senantiasa diam, menenangkan anggota badan, segera mengerjakan perintah, meninggalkan la­rangan, tidak menolak takdir, senantiasa berzikir dan berpikir, mengutamakan yang hak atas yang batil, putus asa dari makhluk, tunduk dengan perasaan hormat, ri­sau diliputi oleh rasa malu, tenang dalam berusaha ka­rena yakin atas jaminan-Nya, bertawakal kepada karunia Allah Swt. 

Semua ini harus menjadi karaktermu sepan­jang siang dan malam. Itulah adab menjalin hubungan dengan ‘Teman yang tak pernah berpisah denganmu.’ Adapun semua makhluk, dalam waktu tertentu akan berpisah denganmu.

Rabu, 05 November 2014

Shalat Tahajjud Sekaligus Shalat Hajat

Pada umumnya orang memahami bahwa shalat tahajjud dan shalat hajat adalah dua shalat berbeda yang biasa dilakukan pada malam hari. Sehingga seseorang yang hendak shalat hajat harus menunggu malam. Demikian pula dengan shalat tahajjud yang hanya bisa didirikan pada tengah malam. Anggapan seperti ini tidak salah, namun kurang tepat.Shalat hajat termasuk dalam kategori shalat sunnah yang dilakukan karena sebab tertentu. Sebagaimana shalat minta hujan (istisqa’), shalat minta petunjuk memilih (istikharah), shalat gerhana mataharai dan bulan, shalat jenazah dan sebagainya. Shalat-shalat tersebut boleh dilaksankan ketika terjadi beberapa sebab-sebab. Tidak ada shalat jenazah tanpa orang mati kematian, shalat istikharah dilakukan hanya dalam kebimbangan untuk memilih, begitu juga shalat hajat yang dilaksanakan karena kebutuhan yang mendesak.
Artinya, shalat hajat bisa dilakukan setiap saat ketika seseorang dalam kondisi terdesak dan membutuhkan. Jadi shalat hajat tidak harus dilakukan malam hari, karena hajat atau kebutuhan seseorang datang tanpa mengenal waktu. Sebagaimana diterangkan Imam Ghazali dalm Ihya’ Ulumuddin:

الثامنة صلاة الحاجة فمن ضاق عليه الأمر ومسته حاجة فى صلاح دينه ودنياه الى امر تعذر اليه فليصل هذه الصلاة
Yang kedepan (dari beberapa shalat sunnah yang memiliki sebab) adalah shalat hajat. Siapa saja yang berada dalam kondisi terjepit dan membutuhkan sesuatu baik urusan dunia maupun akhirat sedangkan dia tidak mampu menyelesaikannya, hendaklah dia melaksanakan shalat (hajat) ini.
Hal ini berbeda dengan shalat tahajjud yang memang termasuk dalam kategori shalat sunnah yang tergantung pada waktu seperti shalat dhuha hanya boleh dilakukan selama waktu dhuha, shalat isyraq yang dilakukan ketika matahari terbit, dan juga shalat zawal yang dilakukan ketika matahari tenggelam. Shalat-shalat tersebut hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, tidak bisa sembarangan waktu. Bahkan dalam kasus shalat tahajjud disyaratkan pula tidur terlebih dahulu. Sebagaimana disebutkan dalam Hasyiyatul Bajuri

وهو لغة رفع النوم بالتكلف واصطلاحا صلاة بعد فعل العشاء ولومجموعة مع المغرب جمع تقديم وبعد نوم ولوكان النوم قبل العشاء وسواء كانت تلك الصلاة نفلا راتبا اوغيره ومنه سنة العشاء والنفل المطلق والوتراو فرضا قضاء او نذرا   
Tahajjud secara bahasa adalah bangun dari tidur yang berat. Sedangkan menurut istilah adalah shalat yang dilakukan setelah shalat isya (walaupun shalat isya’nya dijama’ taqdim dengan maghrib) dan setelah tidur. Meskipun tidurnya sebelum memasuki waktu isya, (demikian pula dinggap sebagai tahajjud) walaupun shalat sunnah rawatib, sunnah mutlaq, witir. Juga  (bisa dinggap sebagai tahajjud) shalat wajib yang karena qadha atau nadzar.
Teks di atas dapat difahami bahwa tahjjud adalah shalat yang dilakukan di waktu malam dan setelah tidur, meskipun shalat itu dimaksudkan sebagai shalat karena sebab tertentu, misalkan shalat hajat atau istikharah. Dengan kata lain shalat hajat yang kebetulah dilakukan malam hari setelah tidur maka dapat dikatakan sebagai shalat tahajjud. Demikian pula shalat witir, istikharah dan lain-lainnya, asalkan didirikan malam hari dan setelah tidur bisa dianggap sebagai shalat tahajjud. Adapun mengenai waktu pelaksanaannya diutamakan sepertiga malam terakhir. Karena pada malam-malam inilah waktu musatajabah.
Memasukkan dua kategori ibadah dalam satu pelaksanaan semacam ini dalam konteks ilmu fiqih termasuk dalam qaidah   الصموم والخصوص الوجهي yang keterangan panjangnya demikian:

اجتماع الشيئين فى مادة وانفراد كل منهما فى أخرى
Yaitu berkumpulnya dua perkara dalam satu kategori, dan keterpisahan keduanya menjadi kategori yang berbeda.
Dengan kata lain dapat diartikan bahwa bisa saja satu shalat berkedudukan sebagai shalat tahajjud sekaligus shalat hajat.  Seperti keterangan di atas (shalat hajat yang dilakukan malam hari setelah shalat isya’ dan setelah tidur). Bisa juga shalat tahajjud yang bukan shalat hajat, seperti shalat sunnah muthlaq atau shalat witir yang dilakukan setelah shalat isya dan setelah tidur. Dan bisa jadi shalat hajat bukan tahajjud, seperti shalat hajat yang dilakukan siang hari bolong atau malam sebelum tidur.

sumber http://www.nu.or.id

Kamis, 09 Oktober 2014

Jangan Membiasakan MenQadha Sholat Subuh


Waktu shalat subuh dimulai sejak terbitnya fajar shadiq sampai dengan terbitnya matahari. Untuk waktu ikhtiyar (antisipasi) waktu subuh hanya sampai dengan langit arah timur kekuning-kuningan tanda akan terbitnya matahari, untuk waktu jawaz sampai matahari terbit dari ufuq timur, sebagai tanda waktu subuh telah habis. Keterangan ini terdapat dalam Kitab Matan Taqrib


Waktu subuh dimulai dengan terbitnya fajar shadiq sampai langit berwarna kekuning-kuningan untuk waktu ikhtiyar, sedangkan untuk waktu jawaz sampai dengan terbitnya matahari.


Sebagian orang terbiasa tidur malam hampir menjelang waktu subuh tiba, lantas ia ketiduran sebelum waktu subuh itu datang, ketika terbangun dari tidurnya matahari telah terbit memancarkan sinarnya. Maka terlewatlah waktu shalat subuh untuk dilaksanakan, sehingga kewajiban waktu Ada’ berubah menjadi Qadla’ karena ia tetap harus menjalankan shalat subuh meski waktunya telah lewat.
Kondisi diatas memberi penjelasan bahwa menjalankan shalat subuh pada waktu matahari telah terbit, dikarenakan ia tertidur pulas sehingga terlewatlah waktu subuh itu, dan tidak ada kesengajaan pada dirinya, maka tidaklah mengapa.
Lalu ketika ada seseorang yang telah terbiasa tidur menjelang waktu subuh, dan terbangun ketika matahari telah terbit, lantas hal ini menjadi kebiasaan kesehariaannya, bagaimanakah hukum tidur sebelum menjelang waktu subuh, sedangkan ia tahu kalau nanti akan terbangun ketika matahari telah terbit sebagaimana kebiasaannya?
Hukum tidur menjelang waktu subuh tidak diharamkan walaupun kebiasaan orang tersebut bangun setelah matahari terbit, dikarenakan orang tersebut tidak masuk khitab sebagai mukallaf, karena orang yang lupa, hilang akal dan tidur tidak mendapat ancaman siksa. Sebagaimana keterangan dalam Kitab Fatawa Ar-Ramli,



Seseorang tidur menjelang waktu subuh tiba, sedangkan sebagimana biasanya ia akan terbangun setelah matahari terbit, apakah tidurnya orang tersebut dihukumi haram atau tidak? Jawaban Imam Ar-Ramli: tidurnya orang tersebut tidak diharamkan, karena orang yang sedang tertidur keluar dari khitab syara’.
Kebiasaan yang tidak baik tentu harus dihindari, apalagi hal ini menyangkut dengan meninggalkan kewajiban shalat, dikarenakan orang yang tidur terlalu malam akan terasa malas ketika hendak menjalankan shalat subuh, apalagi kalau ia sampai sengaja meninggalkan shalat maka ancaman siksanya lebih berat lagi.

Rabu, 01 Oktober 2014

Keistimewaan Berpuasa di Bulan Dzul Hijjah

Allah Swt Mempunyai  waktu istimewa yang dibagi menjadi tiga,yang masing –masing bagian berisi sepuluh hari dalam tiapa tahunya yang dibahasakan dengan stalsta a’syaratin (sepuluh hari yang tiga) yaitu sepuluh hari terakhir dibulan Ramadhan (asyrul awakhir min ramadhan) sepuluh hari diawal bulan Dzul Hijjah,dan sepuluh hari pertama dibulan Muharam.
Banyak hadist yang menerangkan keistimewaan Bulan Dzul Hijjah. Bulan Yang Seharusnya dimanfaatkan kaum Muslimin untuk melipat gandakan amal ibadahnya.karena pahala yang dijanjikan allah Swt didalamnya sangat luar biasa.

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: مامن أيام العمل الصالح فيها أحب الى الله عزوجلمنه فى هذه الأيام يعنى ايام العشر, قالوا ولاالجهاد فى سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد فى سبيل الله, الا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء
Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata “Tidak ada hari di mana amal shaleh di dalamnya sangat dicintai oleh Allah  melebihi 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah. Para sahabat lantas bertanya “apakah amal itu dapat membandingi pahala jihad fi sabilillah?” bahkan amal pada 10 hari Dzil Hijjah lebih baik dari pada jihad fi sabilillah kecuali jihadnya seorang lelaki yang mengorbankan dirinya, hartanya, dan dia kembali tanpa membawa semua itu (juga nyawanya) sehingga ia mati sahid. Tentu yang demikian itu (mati sahid) lebih baik..   
عن أبى هريهرة رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ما من ايام احب الى الله تعالى أن يتعبد له فيهن من أيام عشر ذى الحجة, وان صيام يوم يعدل صيام سنة, وقيام ليلة كقيام سنة   
 Tidakah ada hari yang paling disukai oleh Allah swt,  dimana Dia disembah pada hari itu kecuali, sepuluh hari bulan Dzul Hijjah. Puasa satu hari di dalamnya sama halnya dengan puasa satu tahun. Ibadah, shalat malam sekali pada malamnya seperti sahalat malam selama satu tahun pula.   

 Ada tiga hari  dalam sepuluh hari teristimewa awal bulan Dzul Hijjah yaitu tanggal 8 Dzul Hijjah yang disebut yaumu tarwiyah.tanggal 9 Dzul Hijjah yang disebut yaumul ‘arafah dan tanggal 10 Dzul Hijjah yang disebut yaumu Nahr,meski tiga hari bernilai istimewa,tetapi ketujuh hari lainya juga masih istimewa karena kandungan sejarah kehidupan manusia selanjutnya.

Pada hari pertama Dzul Hijjah adalah hari dimana Nabi Adam Dimaafkan Oleh Allah Swt setelah beberpa lama beliau meminta ampunan atas kesalahan memakan buah huldi disurga.
Rasullullah  Saw Bersabda:
Barang siapa yang berpuasa dihari pertama bulan Dzul Hijjah maka Allah akan Memafkan atas dosa – dosanya sebagaimana yang terjadi kepada Nabi Adam As.
Pada hari yang kedua dibulan Dzul Hijjah adalah Hari diselamatkan Nabi Yunus As. Oleh ikan Nun setelah beberapa hari berada didalamperutnya ikan Nun sembari terus bertasbih dan beribadah kepada Allah Swt.pada hari inilah nabi Yunus As, Dikeluarkan Dari perutnya Ikan Nun.
 Rasullullah  Saw Bersabda:
 Barang siapa beribadah di hari kedua bulan Dzul Hijjah baginya pahala yang menyerupai ibadah satu tahun tanpa ada maksiat.
Hari ketiga Dzul Hijjah adalah hari dikabulkannya do’a nabi Zakariya as. untuk kemudian dianugerahi seorang anak.namanya Yahya. Adapun hari keempat Dzul Hijjah adalah hari kelahiran Nabi Isa as. Hari kelima Dzul Hijjah hari kelahiran Musa as. Hari keenam Dzul Hijjah adalah hari-hari kemenangan para Nabi dalam memperjuangkan ajaran tauhid. Hari ketujuh bulan Dzul Hijjah adalah hari ditutupnya pintu neraka Jahannam.
Rasullullah  Saw Bersabda: 

Barangsiapa berpuasa di hari ke tujuh bulan Dzul Hijjah akan ditutup tiga puluhkesulitan dalam hidupnya dan dibuka tiga puluh pitu kemudahan baginya.

Adapun hari kedelapan yang disebut dengan hari tarwiyah diantara fadhilah yang masyhur bagi mereka yang berpuasa pada hari tarwiyah maka baginya pahala yang sangat besar, yang karena sangat besarnya tiada yang tahu pasti ukurannya kecuali allah swt.
Begitu pula hari kesembilan yang disebut dengan hari tasu’a, barang siapa yang berpuasa pada hari kesembilan maka pahala baginya seperti berpuasa selama enampuluh tahun. Adapun pada hari kesepuluh yang disebut dengan yaumun nahr hari penyembelihan korban, maka diharamkan kepada siapapun berpuasa waktu itu